Faidah

Faidah
(Pasal)

Tidak sah membagi harta peninggalan mayit dan memperjual belikannya sebelum dilunasi hutang-hutang si mayit, dilaksanakan wasiatnya dan dikeluarkan ongkos haji dan umrahnya jika si mayit memiliki kewajiban untuk melaksanakannya, kecuali apabila benda-benda peninggalannya dijual dengan tujuan untuk menyelesaikan hal-hal tersebut di atas. 

Jadi harta peninggalan mayit itu seperti halnya harta yang digadaikan (Marhun), artinya bahwa harta tersebut tertahan oleh hal-hal tersebut dan belum boleh dibagi, seperti halnya seorang budak yang mencuri sekalipun senilai seper enam dirham, maka budak tersebut tidak boleh dijual (oleh tuannya) hingga dipenuhi tanggungannya (dengan dikembalikan barang yang dicurinya) atau diperoleh izin dari pemilik harta yang dicuri untuk dijual (budak tersebut). 

Haram hukumnya bagi seseorang (si A) melemahkan minat beli seorang pembeli (si B) setelah adanya kesepakatan harga antara dia (si B) dengan penjual, agar orang pertama (si A) dapat membeli barang tersebut. Atau melemahkan minat penjual saat hendak menjual barangnya kepada (si B) dengan harga yang sudah disepakati mereka berdua, agar penjual menjual barangnya tersebut kepada (si A). Terlebih lagi bila perbuatan "melemahkan minat" ini dilakukan pada saat telah terjadinya akad (dalam tempo khiyar) antara penjual dan pembeli. 

Juga haram membeli makanan pokok pada waktu mahal harganya dan sangat dibutuhkan masyarakat untuk ditimbun lalu dijual dengan harga yang lebih mahal, juga haram menambah harga barang untuk menipu konsumen (an-Najsy). Haram memisahkan budak perempuan dengan anaknya yang masih belum tamyiz, menipu dan berkhianat (saat jual beli) dalam membuat takaran, menimbang barang, mengukur dengan hasta dan menghitung dengan bilangan, dan atau juga berbuat bohong. Diharamkan juga menjual kapas atau barang dagangan lainnya dengan harga lebih tinggi dengan sebab memberikan pinjaman hutang kepada pembeli (kapas) tersebut, atau juga memberikan hutang kepada penjahit atau pegawai buruh lainnya kemudian dipekerjakan dengan gaji dibawah standar normal karena sebab hutang tersebut, artinya jika si pemberi hutang mensyaratkan hal tersebut (transaksi ini disebut dengan arRabthah), atau memberikan hutang kepada para petani sampai waktu panen datang, kemudian para petani tersebut menjual hasil panennya itu kepada si pemberi hutang dengan harga yang lebih rendah/murah sedikit karena hutang tersebut. (praktek seperti ini disebut dengan alMaqdliyy). Demikian pula bentuk-bentuk transaksi yang dilakukan orang-orang sekarang, kebanyakan tidak mengindahkan peraturan-peraturan syari’at.

Maka bagi orang yang mengharapkan ridla Allah dan keselamatan agama dan dunianya hendaklah ia mempelajari apa yang dihalalkan dan apa yang diharamkan kepada orang yang 'Alim (mengetahui ilmu-ilmu agama), Wari’ (menjaga diri dari hal-hal yang haram), Nashih (yang suka memberi nasihat) dan syafiq (penyayang) kepada agamanya karena sesungguhnya mencari harta yang halal adalah kewajiban setiap muslim.


(Pasal)

Seseorang yang mampu (berkecukupan) wajib memberi nafkah orang-orang tuanya yang tidak mampu (fakir), sekalipun orang-orang tuanya tersebut mampu bekerja. Juga wajib bagi orang tersebut memberi nafkah anak turunannya (anak cucu) yang kesulitan dan tidak mampu mencari nafkah sendiri, baik karena mereka masih kecil atau karena penyakit yang dideritanya yang menyebabkan mereka tiadak mampu bekerja. 

Wajib atas seorang suami memberi nafkah dan mahar (mas kawin) kepada istrinya, dan wajib atasnya memberi mut’ah untuk istri yang ditalaknya. Mut’ah adalah harta yang diberikan kepada sang istri yang ditalak tanpa sebab dari pihak istri. 

Wajib atas pemilik hamba sahaya atau pemilik binatang-binatang ternak untuk memberi nafkah mereka semua, dan tidak membebankan mereka pekerjaan yang di luar kemampuan mereka, juga tidak boleh memukul mereka tanpa hak. 

Wajib bagi seorang istri ta’at kepada suaminya berkenaan dengan dirinya kecuali dalam hal yang tidak dihalalkan. Seorang istri tidak boleh melakukan puasa sunnah dan tidak boleh keluar dari rumah suaminya tanpa seizin suaminya.